CAST :
- Kim Jonghyun (Jonghyun)
- Park Sunyoung (Luna)
- Kim Songdam (Jonghyun's Noona)
-----
"Ah, tempat ini sungguh membosankan! Harusnya eomma tidak mengirimku kesini untuk liburan panas!", gerutuku kesal. Aku berjalan menyusuri lorong supermarket tanpa memikirkan apa yang akan aku beli. Si penjaga supermarket melihatku dengan tatapan curiga, akhirnya aku memutuskan mengambil sebotol minuman dan beberapa bungkus keripik kentang dan berjalan ke kasir.
Seorang anak laki-laki tanpa sengaja menabrakku, aku menggerutu sedikit dan berdiri disebelahnya untuk membayar. Tanpa sengaja terdengar dering handphone. Serempak aku, anak laki-laki, dan penjaga supermarket mengeluarkan handphone. Astaga, kenapa nada deringnya bisa sama? Ah, aku berjanji akan mengganti nada deringku segera.
Aku lalu meletakkan handphone ku di meja kasir, dan berniat mengambil dompet untuk membayar belanjaanku. Anak laki-laki itu melakukan hal yang sama, oh Tuhan, apakah dia seekor beo?
Aku mempersilahkannya membayar terlebih dahulu dan menunggu. Begitu dia membayar, ia mengambil handphone dan segera pergi. Aku pun segera membayar belanjaanku dan pulang ke rumah ahjumma.
Dan sampai suatu ketika handphone ku berdering. "Yeoboseyo?". "Jonghyun-ah, kau dimana?", ucap seorang gadis di telepon. "Jonghyun? Maaf mungkin kau salah sambung. Ini Luna.", jawabku heran. "Aku tidak mungkin melupakan nomor telepon adikku sendiri! Berikan telepon ini padanya!", ucap gadis itu. Aku menjauhkan telepon itu dari telingaku, dan memperhatikan handphoneku. Ini memang milikku. Lalu aku melihat wallpaper dengan foto seorang anak laki-laki disebuah pantai. Dan aku sadar, handphoneku... TERTUKAR!
Bergegas aku menempelkan kembali handphone itu ke telingaku, tapi tidak ada suara lagi. Oh Tuhan, apa yang harus kulakukan? Segera aku mengetik digit nomor telepon ku yang sudah kuhapal diluar kepala. Tak lama, seseorang mengangkat telepon ku . "Yeoboseyo?", ucapnya. "Ne, apakah ini... Jonghyun-ssi?", tanyaku. "Ne, ini siapa?", tanyanya. "Aku Luna, handphone kita tertukar...", ucapku. Tak ada jawaban. Apakah dia sedang mengecek handphone? "Aigo, maafkan aku, ini pasti kesalahanku, dimana kita bisa bertemu untuk menukarkannya lagi?", tiba-tiba terdengar suaranya. "Aku tidak tahu, aku tidak mengenal kota ini!", ucapku sedikit panik. "Ehm, kalau begitu, dimana rumahmu?", tanyanya. Aku lalu menyebutkan alamat lengkap ahjumma. "Baiklah, aku akan kesana besok, hari ini sudah terlalu malam...", ucapnya. Aku mengiyakan dan menutup telepon, lalu segera berjalan pulang.
-----
"Luna, ada yang mencarimu...", panggil ahjumma dari pintu kamar. Aku mengangguk dan berjalan ke pintu depan. "Annyeong...", ucapku dan agak terkejut menemukan anak laki-laki yang kutemui kemarin di supermarket. "Jonghyun-ssi?", tanyaku. Dia hanya mengangguk dan tersenyum lalu memberikan sebuah handphone padaku. "Ini milikmu...", ucapnya. "Ah ya, kamsahamnida. Sebentar, aku ambilkan handphonemu...", ucapku lalu bergegas ke kamar dan kembali lagi ke teras. Aku lalu menyodorkan sebuah handphone padanya. "Kamsahamnida!", ucapnya lalu tersenyum. Seketika itu juga jantungku berdebar keras. Astaga, manis sekali.
"Luna-ssi, aku pergi dulu...", ucapnya menyadarkanku. "Ah ya... Sekali lagi terima kasih!", ucapku lalu membungkuk. Lagi-lagi ia tersenyum. "Ah, Jonghyun-ssi! Mau tidak kalau besok menemaniku berkeliling kota? Aku tidak begitu mengetahui tempat-tempat disini!", teriakku tiba-tiba dan seketika membuat wajahku memerah karena menahan malu. Anak laki-laki itu menghentikan langkahnya dan berbalik, "Tentu saja, kapan?", ucapnya. "Besok jam sembilan pagi!", teriakku menahan nafas. "Baiklah, aku akan menjemputmu, sampai jumpa!", ucapnya lalu melambai dan pergi. Aku bisa merasakan kalau pipiku memanas saat itu juga.
-----
Aku membuka mataku dan melihat jam beker yang kuletakkan disamping bantal. Aku perhatikan jarum jam. Pukul setengah sembilan. Aku menguap sedikit. Dan tiba-tiba aku sadar, aku tarik kembali jam beker itu dan seketika berteriak, "AAA!!!". Aku melompat dari tempat tidur dan sukses terjatuh di atas lantai yang keras. Tanpa memedulikan rasa sakit, aku berlari ke kamar mandi.
-----
Aku melihat jam sekali lagi, setengah sepuluh. Oh Tuhan, Jonghyun-ssi pasti akan marah. Aku berlari ke teras dan mendapati Jonghyun sedang duduk manis sambil meminum secangkir teh yang mungkin disediakan ahjumma. "Jonghyun-ssi, maaf, aku terlambat...", ucapku. Jonghyun hanya tertawa, dan tanpa sengaja melihat kakiku. "Kakimu, kenapa?", tanyanya dengan nada heran. "Ah, aku tadi terjatuh...", ucapku malu, merasa seperti anak kecil. "Tidak apa-apa?", tanyanya. Aku hanya mengangguk. "Baiklah, ayo pergi!", ajaknya. Aku mengikutinya berjalan dan seketika itu juga terjatuh. "Sepertinya kau tidak baik-baik saja, kau terlihat sulit berjalan, kau punya sepeda?", tanyanya. "Ada, kenapa?", tanyaku sambil menunjuk sepeda yang tersandar di dekat garasi. "Ayo naik sepeda saja!", ucapnya lalu berjalan ke arah sepeda itu dan mengayuhnya hingga berada persis di depanku. "Ayo naik!", ucapnya sambil menepuk-nepuk boncengan yang ada di sepeda itu. "Kau serius?", tanyaku. Dia mengangguk. "Oh Tuhan, aku takut naik sepeda, aku takut jatuh...", ucapku. "Tidak apa-apa, percaya padaku!", ucapnya meyakinkanku. Aku lalu dengan hati-hati naik ke atas boncengan itu. "Pegangan!", ucapnya dan seketika mengayuh sepeda dengan kencang dan membuatku berteriak histeris dan memperat peganganku.
-----
Kami berhenti di sebuah pantai. Aku segera turun dari sepeda maut itu dan memarahi Jonghyun-ssi, "Kau gila! Aku takut sekali kau tahu?". Jonghyun-ssi tertawa keras. "Kau tahu? Coba kau lihat wajahmu seperti apa sekarang! Lucu sekali!", ucapnya sambil tertawa. Aku hanya memukulnya pelan. Seketika rasa kesalku hilang.
"Kau... Kenapa kau membawaku ke pantai?", tanyaku. "Aku ingin memperlihatkan salah satu tempat paling indah disini!", ucapnya. Aku lalu berbalik dan memandang pantai itu dengan takjub. Dia benar. Pantai ini indah sekali. Aku berbalik, "Jonghyun-ssi, maukah kau memotretku disini?", tanyaku. Jonghyun-ssi mengangguk. Aku lalu meronggoh saku untuk mengambil handphone. Lalu seketika aku menepuk jidat. "Aku meninggalkan handphoneku di kamar!", ucapku kesal. "Kalau begitu pakai handphoneku saja, nanti aku kirimkan ke emailmu...", ucapnya. Aku mengangguk senang dan segera berpose. Jonghyun-ssi tampak tertawa dan memotretku beberapa kali. Aku lalu menarik handphonenya, "Ayo foto berdua!", ajakku. Dia mengiyakan dan seketika saja senyumku merekah.
-----
"Hari ini, terima kasih sudah membawaku jalan-jalan...", ucapku sambil tersenyum. "Ya, hari ini menyenangkan sekali!", ucapnya senang. Kami terdiam sesaat. "Ah, apakah besok mau kuajak jalan-jalan lagi?", tanyanya. Aku terdiam sebentar, lalu mengangguk. "Baiklah, sampai jumpa! Jam sembilan pagi ya!", ucapnya lalu pergi.
Aku berjalan masuk dan segera ke kamar. Aku melihat handphoneku dan tanpa sengaja membuka "recent calls". Ada sebuah nomor asing. Aku lalu melihat informasi waktunya. 12 Agustus 2006. Bukankah itu hari saat handphone kami tertukar? Aku tersenyum dan segera menyimpan nomornya dalam "phone book".
Handphoneku tiba-tiba berbunyi. Email masuk. Aku membuka email itu, beberapa foto kami di pantai tadi bermunculan. Aku tersenyum, lalu menyimpan semua foto itu di galeri handphoneku.
-----
"Annyeong!", suara Jonghyun-ssi mengagetkanku ketika membuka pintu. "Kali ini kau tepat waktu!", ucapnya sambil tersenyum. Aku tertawa lebar. "Bagaimana kakimu? Sudah lebih baik?", tanyanya. "Ya, setidaknya aku bisa berjalan. Kita akan kemana?", tanyaku. "Lihat saja nanti...", ucapnya. Aku memandangnya dengan tatapan penuh tanda tanya. "Oh iya, kali ini aku bawa sepeda, ayo!", ajaknya. Aku memandang ragu. Tapi akhirnya aku memilih untuk naik ke atas sepeda itu.
Jonghyun-ssi terus mengayuh hingga kami sampai pada sebuah taman yang luas. "Ini dimana?", tanyaku. "Taman Yuseongak, apakah kau suka?", tanyanya. Aku mengangguk cepat, "Tempat ini benar-benar indah!", ucapku kagum. "Jonghyun-ssi sering kesini?", tanyaku. Dia mengangguk, lalu mengajakku berjalan ke sebuah bangku taman. "Aku sering sekali kesini, disaat ada masalah, disaat bosan, aku menyukai tempat ini sejak pertama kesini...", ucapnya sambil memandang sekitar.
Aku mengeluarkan handphoneku dari saku, "Hei, ayo lihat sini!", panggilku pada Jonghyun-ssi, lalu memotretnya. Ia tertawa. "Hei, kau memotretku disaat seperti ini! Harusnya kita foto berdua!", ucapnya. Kami lalu mengambil beberapa foto bersama.
"Ah, Luna-ssi, kau lahir tabun berapa?", tanyanya. "1990. Kenapa?", tanyaku heran. "Jinjja? Kau harusnya memanggilku 'Oppa'!", ucapnya. "Jinjja? Kau lahir tahun berapa?", tanyaku. "1987!", ucapnya lalu mencibir. "Mianhaeyo...", ucapku meminta maaf. "Kalau begitu mulai sekarang kau harus memanggilku 'Oppa'!", ucapnya. "Aigo, kau ini...", ucapku mencibir. Dia lalu memukul kepalaku. "Luna-ya! Kau ini durhaka!", ucapku pura-pura kesal. "Sakit!", ucapku kesal. "Aku akan berhenti memukul kepalamu, kalau kau memanggilku 'Oppa'!", ucapnya. "Aish... Baiklah, Jonghyun Oppa!", ucapku sedikit kesal lalu mengalihkan pandangan pada pemandangan di taman itu.
-----
"Ayo pulang, sudah sore...", sikutnya. Aku terbangun lalu melihat sumber suara yang membangunkanku. Aku mengangkat kepalaku dan menemukan Jonghyun Oppa tepat di depan wajahku. Aku tersentak dan segera membenarkan posisi dudukku. "Aigo, bagaimana bisa aku tertidur di bahu orang yang baru aku kenal tiga hari?", bathinku kaget. "Hei, ayo pulang...", panggil Jonghyun Oppa. "Ah, iya, ayo...", ucapku malu. Jonghyun tiba tiba menyentuh kepalaku dan mengacak-acak rambutku. Aku hanya terdiam dan tidak tahu harus merespon apa. Kami lalu segera pulang.
-----
Sudah dua bulan berlalu. Aku merapikan semua baju dan memasukkan semua barang-barang ke dalam koper. Liburan musim panas akan berakhir. Aku berjalan keluar rumah ahjumma. Aku lalu memutuskan untuk berjalan kaki ke taman Yuseongak.
Tanpa sengaja aku menemukan Jonghyun Oppa disana, aku berjalan mendekat dan menepuk bahunya. "Jonghyun Oppa!", panggilku. Dia menoleh. "Luna-ya? Sedang apa disini?", tanyanya. "Hanya jalan-jalan sebentar... Oppa?", tanyaku. "Ntahlah, aku tiba-tiba ingin kesini...", ucapnya menerawang.
"Emm... Oppa, antarkan aku ke rumahmu!", pintaku. "Waeyo? Tumben sekali...", tanyanya. "Sudahlah, nanti aku beritahu, ayo... Aku mohon...", ucapku memohon. "Baiklah kalau begitu, ayo!", ajaknya. Kami lalu naik ke atas sepeda.
-----
Kami menyusuri sebuah jalan yang penuh dengan pepohonan di kiri dan kanannya. Aku terlalu takjub melihat pemandangan ini sambil sesekali memperhatikan Jonghyun Oppa yang mengayuh sepeda dengan diam.
Oppa... Apakah aku sanggup berpisah denganmu?
-----
"Ini rumahku!", ucap Jonghyun Oppa saat kami berhenti di sebuah rumah yang sederhana tapi cantik sekali. Ia lalu mengajakku masuk dan memperkenalkan eomma dan noona-nya padaku. "Luna-ya, apakah kau yang waktu itu mengangkat teleponku?", tanya Songdam Eonnie, kakak perempuan Jonghyun Oppa padaku. Aku mengangguk dan tersenyum, "Maaf, telah mengiramu adalah orang yang salah sambung...", ucapku sopan. Gadis cantik itu mengangguk ramah. "Luna-ya, kau mengobrol dengan eomma dan noona saja dulu, aku akan buatkan minuman...", ucap Jonghyun Oppa. Aku mengangguk.
-----
"Jonghyun Oppa, aku ingin bicara sesuatu...", ucapku ketika dia mengantarku pulang. Jonghyun Oppa menghentikan sepedanya dan mengajakku ke sebuah taman kecil di sisi jalan.
Jonghyun Oppa duduk disebuah besar dan memintaku duduk disebelahnya. "Apa yang ingin kau katakan?", tanyanya. Aku menunduk, kaki-kakiku lemas, aku tidak tahu harus mulai darimana. Tiba-tiba air mataku jatuh. Jonghyun Oppa membelalak kaget. "Kau kenapa?", tanyanya. Aku diam. Aku tidak tahu harus bilang apa. "Luna-ya! Kenapa?", tanyanya lagi. Aku masih diam. Ia lalu berlutut dihadapanku dan memegang bahuku agar aku menatapnya.
Tangisku pecah. Jonghyun Oppa seketika memelukku. "Luna-ya... Ayo katakan padaku ada apa?", pintanya lagi. "Oppa, aku akan kembali ke Seoul...", ucapku disela-sela tangisku. Jonghyun Oppa memelukku lebih erat. Oh Tuhan, aku benar-benar tidak bisa meninggalkannya...
Dia melepaskan pelukannya dan menghapus air mataku. "Luna-ya... Kau masih bisa menemuiku disini...", ucapnya. "Aku janji, kita pasti akan bertemu lagi...", ucapnya. Aku memeluknya lama.
"Ayo, aku antarkan kau pulang...", ucapnya lagi.
-----
Dia berjalan disebelahku dengan diam. Kami berhenti dan duduk di salah satu kursi sambil menunggu kereta. "Keretamu... Datang jam berapa?", tanyanya angkat bicara. "Jam 10, Oppa, kenapa?", tanyaku. Jonghyun Oppa melirik jam tangannya. "Masih ada setengah jam lagi untuk...", ucapnya terhenti. Aku menoleh bingung. "Ah, sudahlah... Lupakan...", ucapnya aneh. Aku semakin tidak mengerti.
-----
"Oppa, keretanya sudah datang...", ucapku murung. Jonghyun Oppa terdiam. "Oppa...", panggilku. Ia mendongak dan tersenyum tipis, "Ya, hati-hatilah di jalan...", ucapnya lalu memelukku. Aku lalu berjalan meninggalkannya dan melambai padanya. Aku berbalik, berusaha untuk menahan tangisku.
Tiba-tiba aku merasakan pelukannya erat dari belakang. "Cepatlah kembali lagi...", bisik sebuah suara. Perlahan pelukan itu melonggar. Aku bisa mendengar langkah kakinya. Aku berbalik dan bisa melihat ya menjauh. Tunggu aku, Oppa...
-----
12 Agustus 2008...
Aku berjalan menyusuri Mokpo, begitu sampai di rumah ahjumma aku bergegas ke taman Yuseongak yang jalannya masih aku ingat diluar kepala, berharap bertemu Jonghyun Oppa disana. Aku menyusuri taman itu. Dan seketika kecewa karena tidak menemukannya.
Tiba-tiba aku teringat rumahnya. Akhirnya aku memilih untuk langsung ke rumahnya.
-----
"Jinjja? Lalu mereka kemana?", tanyaku resah. "Aku tidak tahu, yang pasti mereka sudah pindah empat bulan lalu. Aku harus pergi, maaf tidak bisa membantu banyak...", ucap seorang ahjussi padaku. "Ne, ahjussi. Kamsahamnida...", ucapku lemas.
Aku mengecek handphoneku, berharap nomor teleponnya masih ada. Aku membuka phonebook dan mengulang-ulang pembacaan setiap nama satu-persatu. Tangisku pecah. Aku baru ingat kalau beberapa hari lalu handphoneku rusak, dan aku kehilangan semua data didalamnya. Kenapa bisa seperti ini?
Rasanya aku ingin marah karena kebodohanku. Kenapa aku tidak datang lebih cepat? Kenapa aku tidak menyimpan nomor handphonenya di tempat lain? Bodoh!
-----
Seminggu sudah aku di Mokpo tanpa sekalipun melihatnya, akhirnya aku memutuskan untuk pulang ke Seoul. Meninggalkan Mokpo, pantai, taman Yuseongak, rumah ahjumma, dan meninggalkan semua tentang Jonghyun Oppa.
-----
Aku menatap rintik-rintik hujan yang turun dengan perlahan. Sesekali aku menghembuskan nafas. Kulirik kalender yang sejak tadi aku genggam. Waktu terlalu cepat berlalu, dan aku semakin merindukannya. Padahal aku sudah berjanji akan melupakannya. Sudah hampir enam tahun berlalu, bagaimana bisa orang yang hanya kukenal beberapa bulan, membuatku kacau seperti ini?
Aku pandang handphoneku. Bolehkah, aku mengganti nada dering handphone itu seperti saat pertama aku melihatnya? Aku tahu itu akan membuatku semakin mengingatnya, tapi mungkin juga itu satu-satunya cara untuk melupakannya.
-----
"Baiklah, hari ini aku akan memasak kimchi, eomma. Ya, aku sedang berbelanja, sebentar lagi, aku tutup dulu ya...", ucapku mengakhiri telepon. Aku mengelilingi supermarket untuk mencari beberapa bahan untuk kimchi. Setelah kudapatkan, aku bergegas ke meja kasir dan mengantri. Tiba-tiba aku mendengar nada dering handphoneku, segera aku meronggoh tas dan mengambil handphone, tepat ketika aku akan melihat layar handphone, pelayan kasir itu mengangkat telepon. "Aish, kejadian ini lagi!", umpatku dan seseorang yang mengantri didepanku dengan serempak. Aku dan lelaki asing yang ada didepanku hanya saling melempar senyum karena merasa kikuk.
-----
Aku berjalan menyusuri jalan di daerah Seodaemun, Seoul. Jalanan ini selalu ramai seperti biasanya. Tapi ntah mengapa aku merasa tidak nyaman, aku memalingkan pandangan ku ke belakang, dan melihat seorang lelaki sedang membuntutiku.
Aku mempercepat langkah kakiku, sedikit panik melihat gerak gerik lelaki itu. Semakin aku mempercepat langkahku, semakin cepat lelaki itu melangkah. Hingga tepat saat aku akan berteriak minta tolong, aku merasakan seseorang memelukku. Dan dia lelaki itu. Belanjaanku berjatuhan dijalanan. Aku benar-benar ingin berteriak, dan seketika terkejut saat aku mendengar suara lelaki itu, "Luna-ya, kenapa kau tidak ke Mokpo?". Aku berbalik. Aku melihat wajah lelaki kurang ajar yang tiba-tiba memelukku. Dia tersenyum, senyuman yang sangat aku ingat. Mata itu, hidung itu, wajah itu...
"Jonghyun Oppa?", tanyaku. Dia sekali lagi hanya tersenyum. Aku menyentuh wajah lelaki itu, Dan seketika memeluknya. "Aku merindukanmu...".
-----
Mokpo, 12 Agustus 2012.
Aku duduk di ayunan besar yang sudah enam tahun tidak kududuki dengan Jonghyun Oppa. "Es krim!", ucapnya tiba-tiba sambil menyodorkan sebuah es krim cone padaku. "Gomawo, Oppa...", ucapku lalu memakan es krim itu.
Sampai ketika, aku merasa ada benda keras di dalam es krimku. "Aigo, es krimnya keras sekali!", ucapku mengeluh. Dia tertawa. "Es krimku baik-baik saja, habiskan cepat, nanti meleleh!", perintahnya. Dan aku menuruti saja.
Tapi es krim ini benar-benar tidak bisa kumakan, "Oppa! Ini es...", kalimatku terhenti. Aku menemukan sebuah cincin dalam es krim itu. "Oppa, ini es krim undian ya? Kenapa bisa ada cincin? Wah, kita beruntung!", teriakku senang. Jonghyun Oppa menarik cincin itu dan berlutut di depanku. "Luna-ya, aku mencintaimu. Will you marry me?", tanya Jonghyun Oppa. Lututku lemas. Astaga, ya Tuhan. Apa dia bercanda?
"Luna-ya, maukah kau menikah denganku?", tanyanya lagi. Aku refleks mencubit pipi. Sakit. "Ini dunia nyata, Luna-ya, kau tidak bermimpi...", ucapnya. Ia menarikku untuk berdiri. "Baiklah, aku tanya sekali lagi, maukah kau menikah denganku?", tanyanya lagi.
Aku terdiam memperhatikan wajahnya yang terlihat sangat menunggu jawabanku. "Pasangkan cincin itu ke jari manisku, Oppa!", perintahku malu-malu dengan wajah yang kutundukkan. Jonghyun Oppa mengangkat wajahku, "Kau serius?", tanyanya. Aku mengangguk malu. Dengan sigap, dipasangkannya cincin itu dijari manisku lalu tersenyum dan memelukku.